Doa Sehelai Daun Kering
(karya Emha Ainun
Najib)
Janganku suaraku, ya ‘Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
Jangankan sapaanku, ya Matin
Sedangkan solusi tawaranMupun diremehkan
Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka
Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus
Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka
Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban
Betapa tidak wajar aku merasa berhak untuk mereka hormati
Sedangkan rahman rahimMu diingat hanya sangat sesekali
Betapa tak masuk akal keinginanku untuk tak mereka sakiti
Sedangkan kekasihMu Muhammad dilempar batu
Sedangkan IbrahimMu dibakar
Sedangkan YunusMu dicampakkan ke laut
Sedangkan NuhMu dibiarkan kesepian
Akan tetapi wahai Qadir Muqtadir
Wahai Jabbar Mutakabbir
Engkau Maha Agung dan aku kerdilEngkau Maha Dahsyat dan aku picisan
Engkau Maha Kuat dan aku lemah
Engkau Maha Kaya dan aku papa
Engkau Maha Suci dan aku kumuh
Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya
Akan tetapi wahai Qahir wahai Qahhar
Rasul kekasihMu maíshum dan aku bergelimang hawaí
Nabi utusanmu terpelihara sedangkan aku terjerembab-jerembab
Wahai Mannan wahai Karim
Wahai Fattah wahai Halim
Aku setitik debu namun bersujud kepadaMu
Aku sehelai daun kering namun bertasbih kepadaMu
Aku budak yang kesepian namun yakin pada kasih sayang dan pembelaanMu
Analisis
Gaya Bahasa
Gaya
bahasa merupakan salah satu unsur dari sebuah puisi. Gaya bahasa adalah cara
khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan
(Moeliono,1989). Dalam sebuah puisi, seorang penyair berusaha menyampaikan ide,
perasaan, dan pikirannya dengan menggunakan bahasa yang dibuat sedemikian rupa
sehingga tampak indah dan penuh makna. Dengan melihat gaya bahasa yang
digunakan oleh pengarang dalam menulis puisi, maka kita akan dapat melihat
kepribadian, watak, dan kemampuan pengarang puisi tersebut..
Gaya
bahasa sebenarnya merupakan bagian dari diksi atau pilihan kata. Dengan gaya
yang khas seorang penyair akan memberikan bentuk terhadap apa yang ingin
dipaparkannya. Kadang-kadang kita dibuat tidak mengerti mengapa dengan gayanya
yang tertentu itu seorang penyair dapat mengekalkan pengalaman pribadinya dan
penglihatan batiniah sehingga menyentuh perasaan pembacanya. Gaya bahasa yang
baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan, santun, dan menarik
(keraf, 1987). Dilihat dari segi bahasa, ada beberapa jenis gaya bahasa. (Keraf,1987) mengatakan, ada gaya bahasa
berdasarkan pilihan kata, dan ada gaya bahasa yang berdasarkan nada. Namun, pada puisi Emha Ainun Najib yang
berjudul “ Doa Sehelai Daun Kering” ini akan saya analisis berdasarkan struktur
kalimat.
Berdasarkan struktur kalimat, dapat diperoleh
gaya bahasa klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi (Keraf,
1987).
a. Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat-kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya (Keraf, 1987). Jadi penyebutan barang atau sifat yang makin lama makin meningkat. Penyebutan dimulai dari yang sederhana sampai yang istimewa, dari jumlahnya sedikit sampai yang terbanyak. Salah satu contoh klimaks pada puisi “ Doa Sehelai Daun Kering” adalah :
contoh: Janganku suaraku, ya ‘Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
a. Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat-kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya (Keraf, 1987). Jadi penyebutan barang atau sifat yang makin lama makin meningkat. Penyebutan dimulai dari yang sederhana sampai yang istimewa, dari jumlahnya sedikit sampai yang terbanyak. Salah satu contoh klimaks pada puisi “ Doa Sehelai Daun Kering” adalah :
contoh: Janganku suaraku, ya ‘Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
Dari beberapa kalimat diatas, terlihat bahwa
pengarang menggunakan gaya bahasa klimaks. Dari kalimat tersebut pengarang
menggunakan kata dari suaraku meningkat menjadi diabaikan, ucapanku menjadi disepelekan, dan cintaku menjadi
dibuang.
b. AntiklimaksGaya bahasa antiklimaks mengungkapkan gagasan atau pikiran yang diurutkan dari hal yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Gaya bahasa ini diletakkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar kurang memperhatikan bagian kalimat yang berikutnya dalam kalimat itu. Menurut saya, pada puisi ini pengarang tidak menggunakan antiklimaks. Karena pada puisi ini, pengarang langsung kepada bagian terpentingnya.
c. Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama (Keraf, 1987).
contoh : Janganku suaraku, ya ‘Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
Pada kalimat tersebut terlihat bahwa penulis ingin berusaah mencapai kesejajaran. Yaitu bahwa, suaraku sama-sama diabaikan, ucapanku sama-sama disepelekan, dan cintaku sama-sama dibuang.
d. Antitesis
Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
contoh : Engkau Maha Agung dan aku kerdil
Engkau Maha Dahsyat dan aku picisan
Engkau Maha Kuat dan aku lemah
Engkau Maha Kaya dan aku papa
Engkau Maha Suci dan aku kumuh
Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya
Pada kalimat tersebut terlihat beberapa gagasan yang bertentangan, seperti maha agung dan kerdil, maha kuat dan lemah, maha kaya dan papa, maha suci dan kumuh, maha tinggi dan serendah-rendahnya.
e. Repetisi
Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Keraf, 1987).
contoh: Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka
Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus
Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka
Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban
Dalam kalimat tersebut terdapat gaya bahasa repetisi, yaitu adanya perulangan kata betapa dan sedangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar